September 29, 2015

Kemah Konservasi di Kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti

Peran generasi muda dalam menjaga kelestarian Kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti sangatlah penting. Pembentukan karakter dan pembekalan sejak usia dini tentang arti pentingnya menjaga kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti dirasa akan lebih mengena karena akan terbawa hingga dewasa nanti. Dalam hal ini Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Laiwangi Wanggameti melaksanakan program Kemah Konservasi yang diikuti oleh Siswa-Siswi SMP Satu Atap (SATAP) Umandudu yang terletak di desa Mahaniwa, Kecamatan Pinupahar Kabupaten Sumba Timur.
 

Foto bersama Kemah Konservasi

Pemberian bekal materi tentang Konservasi TNLW

 
Permainan Character Building

Pemberian bekal materi tentang potensi kawasan TNLW
 
Nonton bersama film dokumenter TNLW

Dalam pelaksanaanya siswa siswi peserta kemah konservasi diberikan bekal pengetahuan diantaranya adalah tentang :
  1. Pengenalan Hutan, meliputi pengertian hutan, jenis kawasan hutan di   Indonesia beserta fungsinya.
  2. Pengenalan jenis, tujuan, fungsi/manfaat, Kawasan konservasi dan Perlindungan alam.
  3. Pengenalan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti beserta keunikannya  meliputi  flora, fauna dan keindahan alam.
  4. Tata Cara Masuk Kawasan Taman Nasional.
  5. Pengenalan peraturan di Taman Nasional, tentang apa yang bisa dilakukanan dan yang tidak bisa dilakukan didalam Kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti.
  6. Dasar-dasar teknik penanaman dan perlindungan satwa liar.
Harapan yang ingin terwujud dalam kemah konservasi ini diantaranya adalah terbekalinya peserta Kemah Konservasi berupa pengetahuan dan keterampilan di bidang konservasi dan tumbuhnya jiwa konservasionis yang mencintai dan menjaga alam sekitar yang selanjutnya dapat turut serta dalam menyebarkan pesan pesan konservasi ke siswa siswi yang lain, ke orang tua dan masyarakat desa Mahaniwa pada umumnya.
Baca Selengkapnya ►

April 28, 2015

Keindahan Alam Lulukawaka Kawasan Hutan Ramuk

Keindahan alam di salah satu kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti memang tidak terbantahkan lagi. Lulukawaka di bagian hutan Ramuk begitu sejuk dan tak memunculkan rasa bosan untuk memandang kemolekan akan cantiknya alam. Kabut putih menyelimuti perbukitan disertai iringan suara kicau burung nan merdu membuat kita betah untuk berlama lama disana. Dibagian selatan terlihat gugusan Pulau Salura dan Samudera Indonesia yang membiru.

Baca Selengkapnya ►

Juli 05, 2014

Patroli Rutin Resort Tawui

Hutan Wanggabewa sebagai salah satu blok hutan dalam lingkup SPTN Wilayah I Tabundung, Taman Nasional Laiwangi Wanggameti kaya akan potensi sumberdaya alam baik flora dan fauna. Namun ancaman dan gangguan terhadap potensi tersebut cukup rawan terjadi. Hal ini dilatar belakangi oleh letak kawasan yang berhimpitan langsung dengan masyarakat, sehingga akses masyarakat masuk kedalam kawasan diperkirakan masih cukup tinggi.

Terkait dengan kondisi tersebut diatas perlu dilakukan suatu tindakan nyata sehingga terlepas dari ancaman kerusakan serta gangguan yang mengarah pada pelanggaran di bidang kehutanan. Salah satu tindakan nyata tersebut adalah melalui patroli rutin dan dilaksanakan setiap bulan namun waktu operasional di lapangan secara acak disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Dilakukan dengan pengumpulan data dan informasi mengenai kondisi terkini sebagai upaya preventif guna menjaga eksistensi kawasan hutan dari ancaman dan gangguan, khususnya di kawasan hutan Wanggabewa. Upaya ini diharapkan mampu meminimalisir terjadinya ancaman dan gangguan sehingga keberadaan potensi flora fauna dan potensi lainnya didalam kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti tetap terjaga dan lestari.
 
Salam Konservasi !
Baca Selengkapnya ►

Mei 17, 2014

Goa Liang bakul di Mahaniwa

Penampakan goa Liangbakul dari dalam
Salah satu pesona di kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti yang selama ini belum di ekspos adalah goa Liang bakul. Liang bakul dalam bahasa Sumba diartikan goa besar, terdiri dari kata Liang berarti goa dan bakul berarti besar. Memang nama tersebut tepat dengan penampakan aslinya jika kita melihat dari dekat.

Goa Liang bakul terletak di hutan Mahaniwa pada koordinat S10˚01'18.3"E120˚09'45.7”; dan berada pada ketinggian 880 mdpl. Merupakan Goa vertikal yang memiliki mulut goa ± 20 meter, kedalaman ± 8 meter dengan panjang lorong goa mencapai ± 100 meter lebih.

Lokasi goa Liangbakul termasuk di dalam wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) I Tabundung, Taman Nasional Laiwangi Wanggameti. Bagi para pecinta caving maka goa ini dapat dijadikan sebagai salah satu destinasi yang wajib dikunjungi karena memiliki panorama yang indah. Terutama panorama yang terlihat pada saat siang hari dimana cahaya matahari menerangi mulut goa.


Terdapat pula ornamen-ornamen goa berupa stalaktit dan stalagmit yang masih aktif. Tinggi stalagmit mencapai 2 meter lebih dan goa ini menjadi habitat bagi kelelawar. Jika kita masuk kedalam maka akan terlihat ribuan kelelawar dengan suara riuh mirip air terjun. 

Untuk mencapainya dapat ditempuh dari Waingapu menuju desa Mahaniwa, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki selama ± 1 jam perjalanan. Sekilas gambaran tentang perjalanan menuju lokasi dapat dilihat pada video amatir berikut :


Salam Konservasi !
Baca Selengkapnya ►

Februari 10, 2014

Ironi Komoditas Jambu Mete di Sumba Timur

Jambu Mete (Anacardium occidentale)
Siapa tidak mengenal jambu mete, buah yang di hasilkan oleh jenis tumbuhan yaitu jambu mete atau dengan nama ilmiah Anacardium occidentale. Buah mete adalah buah sejati yag umumnya dimanfaatkan untuk bahan makanan yang memiliki kekhasan rasa setelah melalui proses pengolahan menjadi kacang mete. Selain dari buahnya, bagian-bagian lain dari tumbuhan yang berasal dari Brasil ini diantaranya adalah daun muda dapat dimanfaatkan untuk lalapan makan, sedangkan daun  tua dapat dijadikan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit kulit dan obat pencahar. Sedangkan buah semu jambu mete dapat diolah menjadi syrup serta dapat digunakan sebagai makanan ternak. Jambu mete dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian 0 hingga ± 700 meter dari permukaan air laut.

Distribusi tumbuhan jambu mete di kabupaten Sumba Timur hampir sebagian besar di wilayah bagian selatan. Termasuk diantaranya adalah desa-desa yang terletak di sekitar kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti. Produksi jambu mete yang melimpah diantaranya adalah di desa Wahang, Tawui, Wanggabewa dan desa Nggongi. Hampir setiap penduduk memiliki lahan tidak kurang dari satu hektar ditanami pohon jambu mete yang kurang lebih ditanam sejak tahun 1995. Berdasarkan salah satu data yang dihimpun dari data statistik daerah Kecamatan Pinupahar tahun 2012 menunjukkan bahwa tanaman perkebunan yang memiliki produksi paling besar adalah jambu mete mencapai 79,25 persen dari hasil tanaman perkebunan, yaitu 504,9 ton. Hal ini tentu saja memiliki prospek yang menguntungkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika pasca panen dikelola dengan baik.

Musim panen jambu mete berkisar pada bulan September hingga Desember di setiap tahunnya. Kondisi yang terlihat pada saat pasca panen adalah buah mete hanya dijual gelondongan dan sebagian kecil saja dijual dalam bentuk kupasan (siap goreng). Harga jual buah mete dalam bentuk gelondongan berkisar Rp 7000,- per kg hingga Rp 8000,- per kg . Namun pada suatu waktu dapat mengalami perubahan harga secara signifikan yaitu pada level terendah pada kisaran harga Rp 3.500,- dan level tertinggi pada kisaran harga Rp 12.000,- tergantung dari kuantitas produksi dan kualitas buah mete tersebut. Namun jika dibandingkan dengan buah mete yang telah dikupas menjadi kacang mete, dimana dalam setiap 3 kg buah mete menghasilkan 1 kg kacang mete maka harga jualnya dapat mencapai Rp 100.000,- per kg hingga Rp 110.000,- per kg. Bila data diatas dikalkulasikan maka hasil yang diperoleh dari pemasaran dalam bentuk kacang mete ±18,5 Milyar. Sedangkan bila dipasarkan dalam bentuk gelondongan hanya menghasilkan ±6 Milyar. Terlihat bahwa keuntungan yang bakal diperoleh adalah hampir tiga kali lipat. Sangat disayangkan peluang tersebut belum dimanfaatkan dengan baik.

Beberapa kendala yang dijumpai di lapangan sebagai factor penyebab pengelolaan pasca panen kurang berjalan dengan baik adalah minimnya peralatan untuk mengupas buah mete. Disisi lain dalam hal pemasaran juga menjadi kendala akibat jalan penghubung menuju kabupaten kurang memadai. Hal ini mengakibatkan masyarakat kesulitan untuk memasarkan hasil pasca panen buah mete. Kondisi demikian memicu munculnya “papalele” (papalele dalam bahasa sumba: tengkulak) yang justru tidak menguntungkan bagi masyarakat itu sendiri. Tidak bisa dipungkiri bahwa permainan harga kerap muncul diantara papalele tersebut. Dilema akhirnya timbul di masyarakat yaitu antara menjual buah mete pasca panen berupa gelondongan yang jelas mudah dan cepat tanpa memerlukan biaya dan tenaga lagi, atau melalui pengolahan lebih lanjut dalam bentuk kacang mete yang tentunya memiliki harga jual yang lebih tinggi namun perlu waktu lama, biaya dan tenaga.

Dalam kondisi demikian sangat perlu kiranya pihak pemerintah bersama dengan masyarakat saling bersinergi untuk mengelola secara nyata komoditas buah mete tersebut sehingga memberikan nilai ekonomi lebih yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendampingan dari instansi terkait mutlak diperlukan agar mampu memberikan semangat dan  motivasi bagi masyarakat. Untuk menghimpun petani jambu mete perlu dibentuk suatu wadah misalkan saja dalam bentuk “koperasi tani mete” yang mampu menampung hasil pasca panen dan mewajibkan untuk tidak menjualnya selain kepada koperasi tersebut. Selanjutnya dapat menciptakan jaringan pemasaran secara berkelanjutan sehingga mampu menekan munculnya papalele sebagai pemicu munculnya permainan harga yang jelas-jelas merugikan masyarakat. 

Hal lain yang tidak kalah penting adalah pemakaian teknologi tepat guna yang sudah ada berupa “kacip” perlu ditingkatkan dan dikembangkan sehingga masyarakat termotivasi untuk mengolah buah mete pasca panen dalam bentuk kacang mete. Bila hal-hal diatas dapat dikondisikan dengan baik maka dapat diprediksi bahwa jalan menuju kesejahteraan masyarakata akan terbuka lebar. Karena bagaimanapun juga tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan refleksi dari  keberhasilan roda pembangunan. 


Baca Selengkapnya ►

Desember 16, 2013

Desa Mahaniwa

Terletak di sebelah utara kecamatan Pinupahar dengan luas wilayah 22,1 km² dan untuk menuju Kecamatan Pinupahar berjarak 31km. Desa Mahaniwa berbatasan langsung dengan desa lainnya yakni : Sebelah utara desa Waikanabu; Sebelah Timur desa Katikuwai; Sebelah Selatan desa Ramuk dan Sebelah Barat adalah desa Praingkareha.

Desa Mahaniwa diambil dari nama leluhur suku Ana Ma Aya bernama nenek Niwa atau dikenal dengan Apu Niwa yang berparas cantik dan cerdas yang dikenal hingga saat ini. Desa Mahaniwa berada pada ketinggian 735 mdpl. 

Desa Mahaniwa dibentuk berdasarkan surat keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur No. Pem 72/Thn/2005 tanggal 17 September 2006 dan Instruksi Gubernur Nusa Tenggara Timur No. Und 73/th 2005/ tanggal 27 September 2006 Tentang pembentukan desa Ramuk desa Mahaniwa dimana pada saat itu terbentuk dari beberapa perkampungan yakni kampung Bidi Hunggar, Tanarara, Anduhau, BAnukulu, Airara. Sejalan dengan mekarnya wilayah Kecamata Tabundung dan Kecamatan Pinupahar kemudia desa Ramuk dimekarkan menjadi dua desa yakni desa Ramuk dan desa Mahaniwa. Saat ini desa Mahaniwa terdiri dari 3 dusun yakni dusun Opang Madangu, Laidahar dan dusun Tana Kadita.

Sebagian besar penduduk desa Mahaniwa bermata pencaharian sebagai petani. Mata pencaharian yang lain adalah peternak, pedagang, industri kerajinan dan pegawai pemerintahan.

Potensi sumber mata air terdapat di beberapa lokasi yaitu Tanarara, Anduhau, Lai Muluk dan Wangga Palang.  Sedangkan sungai yang dijumpai di desa Mahaniwa adalah Wangga Palang dan Lai Muluk.

Objek wisata yang ada diwilayah desa Mahaniwa, tepatnya adalah di hutan Mahaniwa. Objek wisata tersebut berupa wisata pengamatan burung (birdwatching) Kakatua jambul jingga. Dikarenakan status hutan Mahaniwa termasuk dalam kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, maka objek wisata pengamatan tersebut dikelola oleh Resort Tawui yang merupakan unit kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Tabundung, Balai Taman Nasional Laiwangi Wangameti. 

Untuk mewujudkan pengelolaan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti secara kolaboratif, maka masyarakat sekitar dlibatkan secara aktif dimana salah satu contohnya adalah sebagai pemandu lokal.

Salam Konservasi !


Baca Selengkapnya ►

September 06, 2013

Mata air Kanjailu

Mata air Kanjailu
Terletak di wilayah kerja Resort Tawui tepatnya di blok hutan Ramuk. Oleh masyarakat setempat dinamakan Matawai Kanjailu (bahasa Sumba, matawai : sumber air; kanjailu : nama jenis pohon lokal). Berada pada koordinat S10°3'6.52" E120 8'34.12". Aliran air dari mata air Kanjailu ini cukup besar dan membentuk anak sungai.

Hal unik terlihat seperti mata air di tempat lain (didalam Kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti), yaitu muncul dari dalam tanah dimana disekelilingnya banyak terdapat bebatuan. Kondisi mata air ini masih sangat alami. Umumnya mata air Kanjailu dimanfaatkan oleh masyarakat pada waktu mereka pergi ke hutan dan pergi ke kampung lain untuk sekedar istirahat sambil minum air tersebut. 




Salam konservasi...!


Baca Selengkapnya ►
Flag Counter
 

Copyright © Resort Tawui TN MATALAWA Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger